Monday 30 March 2015

Sepatu Bunut terpinggirkan...

Belilah produk dalam negeri asli buatan bangsa sendiri. Slogan ini mengingatkan kita akan sebuah momentum buka-bukaan sepatu oleh salah seorang calon presiden RI dalam kesempatan kampanye dialogis di sebuah stasiun televisi swasta. Sepatu buatan Cibaduyut Bandung Ia jadikan sebagai simbol kebangkitan produk bangsa sendiri dan nasionalisme konsumen Indonesia. Tetapi, kita orang Sumatera Utara tidak perlu jauh-jauh ke Bandung, di Asahan juga ada produk sepatu kulit lokal yang tidak kalah mutunya dengan produk dari Cibaduyut, bahkan beberapa pengrajin mampu membuatnya dengan kualitas manca negara. Sepatu kulit ini dahulu konon merupakan produk pabrikan buatan USA, dan setelah puluhan tahun pabrik ditutup, para pengrajin ex karyawan pabrik sepatu kulit ini secara turun temurun terus mengembangkannya sehingga kini telah menjadi bagian dari karya industri khas dari Asahan.


Adalah daerah Bunut, salah satu daerah pinggiran Kota di Kecamatan Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, selama ini menjadi sentra industri Sepatu Kulit berlabel "Bunut". Tentu saja ini menjadi salah satu kebanggaan kita sebagai warga Asahan, dan [harusnya] juga menjadi kebanggaan bansa Indonesia. Namun ironisnya Pemerintah Kabupaten Asahan tidak menempatkan "Sepatu Kulit dari Bunut" menjadi bagian penting untuk pengembangan potensi lokal di Asahan. Pemerintah Kabupaten Asahan tidak menjadikan industri rumahan Sepatu Kulit dari Bunut ini sebagai salah satu ikon potensi daerah dalam website Pemkab Asahan. Padahal, Malaysia misalnya, "dibela-belain" menjadikan Tari Pendet Bali dan Batik sebagai bagian dari potensi pariwisatanya, tetapi kita yang memiliki potensi lokal industri rumahan sepatu kulit dari Bunut dibiarkan hidup meranggas tanpa bantuan fasilitas yang memadai dari Pemerintah. Jangan sampai kelak Sepatu Kulit dari Bunut juga di klaim sebagai produk karya negara tetangga, dan persoalannya adalah apakah Pemerintah Kabupaten Asahan peduli dengan ancaman ini?

 

Ini menjadi keprihatinan Seputar Asahan, dan tentusaja [harusnya] merupakan keprihatinan kita bersama. Jika kita amati di sepanjang Jalan Sudirman, Bunut beberapa pengrajin lama yang memiliki "toko" sederhana berdinding papan [kayu], tampak seperti telah mati suri. Bahkan salah satu pengrajin yang memiliki toko keshohor di jamannya seperti misalnya "Egalite" dan "Bunut Shoes" harus menutup tokonya setengah hari karena sepinya pembeli. Pemerintah Kabupaten Asahan tampaknya tidak hanya kurang peduli, bahkan tidak cukup kreatif untuk mempromosikan potensi ini menjadi bagian dari kampanye cinta industri lokal dan pariwisata Asahan.
Belilah produk dalam negeri asli buatan bangsa sendiri. Slogan ini mengingatkan kita akan sebuah momentum buka-bukaan sepatu oleh salah seorang calon presiden RI dalam kesempatan kampanye dialogis di sebuah stasiun televisi swasta. Sepatu buatan Cibaduyut Bandung Ia jadikan sebagai simbol kebangkitan produk bangsa sendiri dan nasionalisme konsumen Indonesia. Tetapi, kita orang Sumatera Utara tidak perlu jauh-jauh ke Bandung, di Asahan juga ada produk sepatu kulit lokal yang tidak kalah mutunya dengan produk dari Cibaduyut, bahkan beberapa pengrajin mampu membuatnya dengan kualitas manca negara. Sepatu kulit ini dahulu konon merupakan produk pabrikan buatan USA, dan setelah puluhan tahun pabrik ditutup, para pengrajin ex karyawan pabrik sepatu kulit ini secara turun temurun terus mengembangkannya sehingga kini telah menjadi bagian dari karya industri khas dari Asahan. Adalah daerah Bunut, salah satu daerah pinggiran Kota di Kecamatan Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, selama ini menjadi sentra industri Sepatu Kulit berlabel "Bunut". Tentu saja ini menjadi salah satu kebanggaan kita sebagai warga Asahan, dan [harusnya] juga menjadi kebanggaan bansa Indonesia. Namun ironisnya Pemerintah Kabupaten Asahan tidak menempatkan "Sepatu Kulit dari Bunut" menjadi bagian penting untuk pengembangan potensi lokal di Asahan. Pemerintah Kabupaten Asahan tidak menjadikan industri rumahan Sepatu Kulit dari Bunut ini sebagai salah satu ikon potensi daerah dalam website Pemkab Asahan. Padahal, Malaysia misalnya, "dibela-belain" menjadikan Tari Pendet Bali dan Batik sebagai bagian dari potensi pariwisatanya, tetapi kita yang memiliki potensi lokal industri rumahan sepatu kulit dari Bunut dibiarkan hidup meranggas tanpa bantuan fasilitas yang memadai dari Pemerintah. Jangan sampai kelak Sepatu Kulit dari Bunut juga di klaim sebagai produk karya negara tetangga, dan persoalannya adalah apakah Pemerintah Kabupaten Asahan peduli dengan ancaman ini? Ini menjadi keprihatinan Seputar Asahan, dan tentusaja [harusnya] merupakan keprihatinan kita bersama. Jika kita amati di sepanjang Jalan Sudirman, Bunut beberapa pengrajin lama yang memiliki "toko" sederhana berdinding papan [kayu], tampak seperti telah mati suri. Bahkan salah satu pengrajin yang memiliki toko keshohor di jamannya seperti misalnya "Egalite" dan "Bunut Shoes" harus menutup tokonya setengah hari karena sepinya pembeli. Pemerintah Kabupaten Asahan tampaknya tidak hanya kurang peduli, bahkan tidak cukup kreatif untuk mempromosikan potensi ini menjadi bagian dari kampanye cinta industri lokal dan pariwisata Asahan Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Belilah produk dalam negeri asli buatan bangsa sendiri. Slogan ini mengingatkan kita akan sebuah momentum buka-bukaan sepatu oleh salah seorang calon presiden RI dalam kesempatan kampanye dialogis di sebuah stasiun televisi swasta. Sepatu buatan Cibaduyut Bandung Ia jadikan sebagai simbol kebangkitan produk bangsa sendiri dan nasionalisme konsumen Indonesia. Tetapi, kita orang Sumatera Utara tidak perlu jauh-jauh ke Bandung, di Asahan juga ada produk sepatu kulit lokal yang tidak kalah mutunya dengan produk dari Cibaduyut, bahkan beberapa pengrajin mampu membuatnya dengan kualitas manca negara. Sepatu kulit ini dahulu konon merupakan produk pabrikan buatan USA, dan setelah puluhan tahun pabrik ditutup, para pengrajin ex karyawan pabrik sepatu kulit ini secara turun temurun terus mengembangkannya sehingga kini telah menjadi bagian dari karya industri khas dari Asahan. Adalah daerah Bunut, salah satu daerah pinggiran Kota di Kecamatan Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, selama ini menjadi sentra industri Sepatu Kulit berlabel "Bunut". Tentu saja ini menjadi salah satu kebanggaan kita sebagai warga Asahan, dan [harusnya] juga menjadi kebanggaan bansa Indonesia. Namun ironisnya Pemerintah Kabupaten Asahan tidak menempatkan "Sepatu Kulit dari Bunut" menjadi bagian penting untuk pengembangan potensi lokal di Asahan. Pemerintah Kabupaten Asahan tidak menjadikan industri rumahan Sepatu Kulit dari Bunut ini sebagai salah satu ikon potensi daerah dalam website Pemkab Asahan. Padahal, Malaysia misalnya, "dibela-belain" menjadikan Tari Pendet Bali dan Batik sebagai bagian dari potensi pariwisatanya, tetapi kita yang memiliki potensi lokal industri rumahan sepatu kulit dari Bunut dibiarkan hidup meranggas tanpa bantuan fasilitas yang memadai dari Pemerintah. Jangan sampai kelak Sepatu Kulit dari Bunut juga di klaim sebagai produk karya negara tetangga, dan persoalannya adalah apakah Pemerintah Kabupaten Asahan peduli dengan ancaman ini? Ini menjadi keprihatinan Seputar Asahan, dan tentusaja [harusnya] merupakan keprihatinan kita bersama. Jika kita amati di sepanjang Jalan Sudirman, Bunut beberapa pengrajin lama yang memiliki "toko" sederhana berdinding papan [kayu], tampak seperti telah mati suri. Bahkan salah satu pengrajin yang memiliki toko keshohor di jamannya seperti misalnya "Egalite" dan "Bunut Shoes" harus menutup tokonya setengah hari karena sepinya pembeli. Pemerintah Kabupaten Asahan tampaknya tidak hanya kurang peduli, bahkan tidak cukup kreatif untuk mempromosikan potensi ini menjadi bagian dari kampanye cinta industri lokal dan pariwisata Asahan Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Belilah produk dalam negeri asli buatan bangsa sendiri. Slogan ini mengingatkan kita akan sebuah momentum buka-bukaan sepatu oleh salah seorang calon presiden RI dalam kesempatan kampanye dialogis di sebuah stasiun televisi swasta. Sepatu buatan Cibaduyut Bandung Ia jadikan sebagai simbol kebangkitan produk bangsa sendiri dan nasionalisme konsumen Indonesia. Tetapi, kita orang Sumatera Utara tidak perlu jauh-jauh ke Bandung, di Asahan juga ada produk sepatu kulit lokal yang tidak kalah mutunya dengan produk dari Cibaduyut, bahkan beberapa pengrajin mampu membuatnya dengan kualitas manca negara. Sepatu kulit ini dahulu konon merupakan produk pabrikan buatan USA, dan setelah puluhan tahun pabrik ditutup, para pengrajin ex karyawan pabrik sepatu kulit ini secara turun temurun terus mengembangkannya sehingga kini telah menjadi bagian dari karya industri khas dari Asahan. Adalah daerah Bunut, salah satu daerah pinggiran Kota di Kecamatan Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, selama ini menjadi sentra industri Sepatu Kulit berlabel "Bunut". Tentu saja ini menjadi salah satu kebanggaan kita sebagai warga Asahan, dan [harusnya] juga menjadi kebanggaan bansa Indonesia. Namun ironisnya Pemerintah Kabupaten Asahan tidak menempatkan "Sepatu Kulit dari Bunut" menjadi bagian penting untuk pengembangan potensi lokal di Asahan. Pemerintah Kabupaten Asahan tidak menjadikan industri rumahan Sepatu Kulit dari Bunut ini sebagai salah satu ikon potensi daerah dalam website Pemkab Asahan. Padahal, Malaysia misalnya, "dibela-belain" menjadikan Tari Pendet Bali dan Batik sebagai bagian dari potensi pariwisatanya, tetapi kita yang memiliki potensi lokal industri rumahan sepatu kulit dari Bunut dibiarkan hidup meranggas tanpa bantuan fasilitas yang memadai dari Pemerintah. Jangan sampai kelak Sepatu Kulit dari Bunut juga di klaim sebagai produk karya negara tetangga, dan persoalannya adalah apakah Pemerintah Kabupaten Asahan peduli dengan ancaman ini? Ini menjadi keprihatinan Seputar Asahan, dan tentusaja [harusnya] merupakan keprihatinan kita bersama. Jika kita amati di sepanjang Jalan Sudirman, Bunut beberapa pengrajin lama yang memiliki "toko" sederhana berdinding papan [kayu], tampak seperti telah mati suri. Bahkan salah satu pengrajin yang memiliki toko keshohor di jamannya seperti misalnya "Egalite" dan "Bunut Shoes" harus menutup tokonya setengah hari karena sepinya pembeli. Pemerintah Kabupaten Asahan tampaknya tidak hanya kurang peduli, bahkan tidak cukup kreatif untuk mempromosikan potensi ini menjadi bagian dari kampanye cinta industri lokal dan pariwisata Asahan Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

No comments:

Post a Comment