Saturday 28 March 2015

Meninggalnya Komedian Olga Syahputra Memberi Pelajaran Bagi Pelaku Industri Hiburan


Meninggalnya aktor komedian muda Olga Syahputra, harus menjadi uswah (contoh), ibrah (pelajaran), dan mau'izhah (nasehat). Setidaknya bagi pelaku industri hiburan di tanah air.
Mereka semakin asing dengan jasad tempat hidupnya yang memberi energi. Tidak memiliki kontrol atas raganya sendiri dengan alasan produktivitas. Kehilangan sisi manusiawinya -- aji mumpung -- mengejar upah, dengan alasan selagi ada kesempatan, namun mengabaikan kesehatan.
“Olga sering curhat. Dia bilang tiap hari benar-benar full kerja. Dua tahun lalu, saat acara sahur dia curhat sambil menangis. Beberapa kali mengatakan bahwa dia sebenarnya lelah. ‘Tapi mau gimana lagi’ kata Olga. Dia lebih takut kehilangan waktu, mumpung dapat kesempatan,” papar Aditya Gumay, pimpinan Sanggar Ananda, tempat dulu almarhum Olga menimba ilmu seni peran.
Aditya Gumay sempat tidak percaya bahwa Olga Syahputra sudah meninggal. Sebab beberapa kali komedian ini diisukan meninggal. Namun setelah kabar tersebut ramai diberitakan media, Aditya kemudian mencoba menghubungi keluarga almarhum. “Kali ini positif bahwa Olga benar meninggal,” kata Aditya Gumay, yang ditemui galamedianews.com, usai premier film “Ada Surga Di Rumahmu, di Bioskop XXI Epicentrum Kuningan Jakarta Selatan, Jum’at (27/03/2015).
Olga Syahputra meninggal di Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura, Jumat (27/3/2015), sekitar pukul 16.17 WIB, karena penyakit meningitis yang dideritanya. Komedian kelahiran Jakarta, 8 Februari 1983 ini sebelumnya sempat dirawat Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta, karena diduga mengalami penyakit radang selaput otak. Karena keadaan yang juga belum membaik, Olga sempat melakukan pengobatan di Jerman, hingga akhirnya melakukan perawatan di Singapura selama hamper setahun.
Menurut Aditya Gumay, Olga gabung di Sanggar Ananda sejak ia masih pelajar kelas III SMP (tahun 2001). “Dia pemuda amat sangat pemalu. Kalau lagi latihan akting dia sosok yang suka sembunyi di belakang. Sangat gugup. Tapi seiring perkembangan waktu dan ketekunannya dia bisa sukses menjadi bintang seperti sekarang,” cerita Aditya.
Masih di Sanggar Ananda dan Smaradhana Production, tahun 2002 Olga dipercaya menjadi pemeran sekaligus presenter reality show plus “Oh Seram” (ANTV).  Tayangan ini semakin populer dan mendapat rating relatif baik sehingga melambungkan nama Olga. Di tahun 2003, Olga Syahputra bersama Ruben Onsu, dan Lia Waode, kembali dipercaya untuk memperkuat drama “New Misteri” (ANTV) yang juga mendapat respon bagus dari pemirsa. Untuk semakin menancapkan eksistensinya, ketiga bakat muda ini kemudian membentuk grup komedian “Pecel Lele” (Penghibur,Centil, Lenjeh & Lemes).
Tahun 2003 Olga Syahputra, Ruben Onsu, dan Lia Waode (Pecel Lele) tampil dalam event “Ghost Mania Festival” yang diselenggarakan atas kerjasama Smaradhana Pro dan Harian Galamedia, di Sultan Plaza, Jl. Cihampelas No. 211 Bandung. “Waktu itu, mereka enggak dibayar, bisa tidur di hotel saja sudah senang. Karena waktu itu mereka memang belum bintang dan program itu bagian dari acara promosi tayangan Oh Seram dan New Mistery,” cerita Aditya.
12 tahun berlalu kenyataan pun berubah. Olga pun terasing dari nikmatnya kebersamaan dalam berkesenian, dengan ketulusan, dan kejujurannya waktu itu. Ia masuk ke dalam surga industri yang dihadirkan kapitalisme. Industri yang seakan berhak mengekspliotasi segala hal untuk memperoleh uang yang sebesar-besarnya, yang pada akhirnya Olga menjadi tumbal mesin industri hiburan dan melupakan sisi manusiawinya. “Dia sebenarnya lelah. Tapi mau gimana lagi. Dia lebih takut kehilangan waktu, mumpung dapat kesempatan.”
Sekali lagi, sakitnya Olga Syahputra hingga berpulangnya almarhum ke rahmatullah, harus menjadi uswah (contoh), ibrah (pelajaran), dan mau'izhah (nasehat). Setidaknya bagi pelaku industri hiburan di tanah air. “Jagalah kesehatanmu! Jika bukan kita siapa lagi. Jika bukan sekarang kapan lagi.”/***Eddie Karsito
Jakarta, 28 Maret 2015

No comments:

Post a Comment