disadur dari : http://tembakaudeli.blogspot.com/p/sultan-van-asahan.html
SULTAN VAN ASAHAN
Lambang Kesultanan Asahan |
Mendengar pengaduan istri kedua Batara
Sinomba yang berasal dari Angkola ini, Sultan Alaiddin mengutus Raja Muda
Pidie untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Akhirnya Masalah tersebut
dapat diselesaikan dengan terbunuhnya Batara Sinomba.
Sebagai rasa terima kasihnya maka
Permaisuri tersebut menyerahkan Puterinya yang bernama Siti Ungu Selendang
Bulan (Siti Unai) untuk dinikahi oleh Sultan Aceh dan dibawa ke
Kerajaan Aceh.
Setelah beberapa tahun maka kedua orang
Abang Siti Ungu dengan ditemani oleh Raja Batak "Karo- Karo"
datang menemui Sultan Aceh meminta adiknya untuk dibawa pulang. Sultan Aceh pun
mengabulkan permintaan kedua orang abang dari Siti Ungu tersebut dengan syarat
Apabila kelak anak yang dilahirkan oleh Siti Ungu adalah seorang Laki - laki
maka ia harus dirajakan didaerah Asahan.
Dan untuk mengawal rombongan Siti Ungu
kembali ke negerinya maka Sultan Aceh mengutus salah seorang pembesarnya di
Pasai yaitu Anak Sukmadiraja yang berasal dari Kampung Sungai Tarap
Minangkabau.
Setibanya di Asahan, Siti Ungu melahirkan
seorang anak laki - laki yang diberi nama RAJA ABDUL JALIL. Siti Ungu
kemudian menikah lagi dengan Raja Karo karo yang setelah masuk islam dan diberi
gelar Raja Bolon dan memperolah seorang putera yang bernama Raja Abdul
Karim yang digelar dengan Bangsawan "Bahu Kanan".
Tak berapa lama kemudian Raja Bolon
menikah lagi dengan Puteri Raja Simargolang dan memperoleh dua orang
putera yaitu Abdul Samad dan Abdul Kahar yang bergelar Bangsawan
"Bahu Kiri".
Setelah Raja Bolon meninggal terjadi
perselisihan antara Sultan Abdul Jalil dengan Raja Simargolang karena
mengangkat kedua cucunya tersebut menjadi raja di Kota Bayu dan Tanjung
Pati.
Sultan Abdul Jalil terpaksa mengundurkan
diri ke Hulu Batubara dan meminta bantuan ayahnya Sultan Aceh.
Akhirnya dengan bantuan Sultan Aceh, Raja Simargolang dapat dikalahkan dan
dipaksa untuk membuat perjanjian damai dan pada saat itu pula Anak
Sakmadiraja dinobatkan menjadi Bendahara di Kerajaan Asahan.
1630 - Sri Paduka Tuanku Abdul
Jalil Rahmad Shah diangkat sebagai Raja Asahan I. Beliau menikah
dengan Enzik Amina putri dari Bendahara Pemangku Raja Bahu bin Sukma
Diraja dan istrinya Ompa Liang. Dari Pernikahan ini Abdul Jalil
mendapat 2 orang putra bernama Tengku Saidi dan Sri Paduka Raja
Tak lama berselang Tuanku Abdul Jalil
menikah lagi dengan Tengku Ampuan, Putri dari Tengku Sulung glr
Marhom mangkat di Simpang, Raja Panai dan Bilah. Dari pernikahan kedua ini
lahirlah 3 orang putri, Raja Huma, Raja Marsah dan Raja Busu.
Masing-masing mereka tinggal di Bilah.
16xx - Tuanku Abdul Jalil mangkat di
Tangkahan Sitarak dan dimakamkan di Pulo Raja, Asahan. Setelah
Sultan Abdul Jalil mangkat, maka bermufakatlah Bendahara beserta kerapatannya
dan mengangkat Sri Paduka Tuanku Saidi Shah sebagai Raja Asahan
II.
Kemudian Raja Saidisyah pindah ke Simpang
Toba. Beliau menikah dengan Puteri Bendahara yang bernama Halijah
(Jaliah). Dari pernikahannya tersebut beliau dikaruniai seorang putera yang
bernama Tuanku Muhammad Mahrum.
17xx - Raja Saidisyah wafat
di Simpang Toba dan dimakamkan disana dengan gelar Marhum Simpang
Toba. Untuk melanjutkan Kerajaan Asahan, maka dinobatkanlah putra
tunggal Raja Saidi yaitu: Sri Paduka Tuanku Muhammad Mahrum Shah
menjadi Raja Asahan III. Beliau menikah dengan Enzik Samidah,
putri dari Bendahara.
Dari pernikahannya ini Tuanku Mahrum ini
memiliki 3 orang putra dan seorang putri, yakni: Tuanku Abdul Jalil, Tuanku
Muhammad Shah. Tuanku Kecik Besar dan Raja Amaran.
1760 - Tuanku Muhammad Mahrum mangkat di Sungai Banitan, putera beliau Sri Paduka Tuanku Abdul Jalil II Rahmad Shah pun dinobatkan sebagai Raja Asahan IV. Tuanku Abdul Jalil II menikah dengan Enzik Salama putri dari Bendahara. Dari pernikahan ini Tuanku Abdul Jalil II memiliki 3 orang putra, yaitu: Tuanku Deva, Tuanku Abdul Zalim dan Tuanku Sutan Muda.
1760 - Tuanku Muhammad Mahrum mangkat di Sungai Banitan, putera beliau Sri Paduka Tuanku Abdul Jalil II Rahmad Shah pun dinobatkan sebagai Raja Asahan IV. Tuanku Abdul Jalil II menikah dengan Enzik Salama putri dari Bendahara. Dari pernikahan ini Tuanku Abdul Jalil II memiliki 3 orang putra, yaitu: Tuanku Deva, Tuanku Abdul Zalim dan Tuanku Sutan Muda.
Tuanku Abdul Jalil II memindahkan pusat
pemerintahan ke Kampung Baru ( Sungai Raja ). Beliau adalah tipe orang
yang pintar dan nekat tanpa mengenal takut. Menurut sejarah pada tahun 1760 - 1765
Raja Alam ( Sultan Siak ) anak raja kecik minta bantuan kepada beliau untuk
melawan Belanda di Malaka. Ketika beliau menemani Sultan Siak ke Malaka dan
menjadi tamu kehormatan Gubernur Malaka beliau menyaksikan kota Malaka telah
menjadi daerah kekuasaan Belanda. Melihat hal ini beliau langsung mengambil
tindakan membakar semangat rakyat Malaka untuk melawan Belanda dan
memberitahukan kepada Raja Alam ( Sultan SIak ) untuk melawan VOC dari
daerahnya ( Siak ) dan Tuanku Abdul Jalil II siap untuk memimpin pasukan dan
berada digaris depan.
Dalam penyerangan ke Pulau Gantung yang
menjadi lambang kekuatan Belanda pada masa itu, Belanda dapat dikalahkan dan
dipukul mundur. Pulau Gantung pun kembali ke dalam kekuasaan Kerajaan Siak.
Atas kegigihan dan kegemilangannya membantu Kerajaan Siak menghalau Belanda
beliau dianugerahi gelar " Yang dipertuan " oleh Sultan
Siak.
1765 - Tidak berapa lama setelah beliau
pulang ke Asahan, tepatnya pada tahun 1765 beliau meninggal di Sungai Raja
Kampung Baru ( Kisaran ) dan dimakamkan disana dengan gelar Marhum
Sungai Raja.
Untuk meneruskan perjalanan dinasti Asahan,
maka dinobatkanlah Y.T.M. Sri Paduka Tuanku Deva Shah sebagai
Sultan Asahan V dan Adiknya Raja Abdul Zalim diangkat sebagai Raja
Muda.
Sultan Devashah memerintah di Pasir
Putih masih masuk dalam wilayah Kisaran saat ini. Masa hidupnya beliau
mempunyai 5 orang istri, Yaitu: Istri pertama beliau adalah putri Bendahara, Istri
kedua putri dari Raja Rondahim, Raja of Simalungun, Tanah Jawa.
Istri ketiga Gadis Tiong Hoa dari Malaka, Dari pernikahan ketiga
inilah lahir: Tuanku Said Musa dan Tuanku Muhammad Ali.
Istri keempatnya Encik Jahu (Gadis
Cina dari Malaka), dari pernikahan keempat ini dia memperoleh 1 putra dan 3
putri, yaitu: Raja Laut, Raja Sayang, Tengku dan Raja
Biong Lentung. Dan istri yang kelima Sultan Deva Shah adalah Enzik
Sayyida.
1805 - Sultan Deva Shah mangkat di Pasir
Putih, Beliau digelar Marhom Pasir Putih. Kemudian dinobatkanlah
putranya Y.T.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Ahmad Musa menjadi Sultan
Asahan VI. Masa pemerintahannya Sultan Ahmad Musa memindahkan kekuasaannya
ke Rantau Panjang.
1807 - Sultan Ahmad Musa menikah dengan Encik
Fatima, putri dari Megat Gunung bin Bendahara. Belum lagi anaknya
lahir Sri Paduka Tuanku al-Sultan Muda Muhammad Ishaq ibni al-Marhum
Sultan Ahmad Musa Shah, yang nantinya diangkat sebagai Raja Muda
Asahan dan Raja Kualuh dan Leidong, Sultan Ahmad Musa pun mangkat. Dia
diberi gelar marhum mangkat di Rantau Panjang. Maka untuk meneruskan
kepemimpinan Asahan, dinobatkanlah adik Sultan Musa,yaitu: Sri Paduka
Tuanku Sultan Muhammad ‘Ali Shah sebagai Sultan Asahan VII.
Masa hidupnya Sultan Muhammad Ali Shah
menikah 2 kali, pernikahan pertamanya dengan Tengku Ampuan, adik dari Tengku
Tua - putri dari Tengku Sutan. Dari pernikahan ini lahirlah Raja Husain
Shah dan Tengku Siti Asmah glr.Tengku Maha Suri Raja Deli (1852
- menikah dengan Sri Paduka Tuanku Sultan Panglima Usman al-Sani Perkasa
Alam Shah ibni al-Marhum Sultan Amaluddin Panglima Mangedar Alam Shah [al-Marhum
Masjid], Sultan Deli).
Dari pernikahan kedua dengan Puan
Beberapa, lahirlah 2 putra yaitu: Tengku Sulung dan Tengku Alang
Ja'afar, dan 2 putri: Raja Biyong dan Raja Tua Saiciwai.
1813 - Sultan Muhammad Ali Shah mangkat di Si
Rantau. Untuk meneruskan dinasti Kesultanan Asahan selanjutnya terjadi
perselisihan antara Tuanku Muhammad Ishaq anak dari Tuanku Ahmad
Musa, Sultan Asahan VII dan Tuanku Husain Shah anak dari Sultan
Muhammad Ali, Sultan Asahan VIII.
Tengku Tua yang pada masa itu merupakan wali
dari Raja Muhammad Ishaq menetapkan Raja Muhammad Ishaq sebagai Sultan Asahan.
Akan tetapi hal ini ditentang oleh Bendahara yang menjadi wali Sultan Husain
Shah.
Berbagai jalan musyawarah telah ditempuh
untuk menyelesaikan masalah ini, akan tetapi karena kedua belah pihak
masing-masing mempertahankan pendapatnya maka penyelesaian tidak juga didapat
hingga akhirnya perang saudara pun tidak dapat terelakkan lagi. Penduduk Asahan
khususnya kaum Batak tidak menerima jika Raja Muhammad Ishak yang menjadi Sultan
Asahan.
Pada masa perang tersebut berkecamuk daerah
sepanjang Sungai Silau dikuasai oleh Sultan Muhammad Husain Shah, sedangkan
daerah sungai Asahan sampai ke Bandar Pulau dikuasai oleh Raja Muhammad Ishaq.
Berkali-kali pihak keluarga besar Kesultanan Asahan telah mengadakan
musyawarah, akan tetapi tidak ada kesepakatan yang didapat untuk menghentikan
pertikaian antara dua orang saudara tersebut.
Sampai akhirnya pihak Keluarga Besar
Kesultanan Asahan mengambil suatu keputusan yang sangat mengejutkan pada masa
itu yaitu melakukan penyerangan ke Negeri Kualuh. Keputusan ini diambil dengan
berdasarkan beberapa alasan, dan salah satu alasan yang paling mendasar adalah
apabila Negeri Kualuh dapat ditaklukkan maka Raja Muhammad Ishak akan
dinobatkan menjadi raja di sana.
Keputusan keluarga besar tersebut disetujui
oleh Sultan Muhammad Husain Shah dan Raja Muhammad Ishaq. Dengan cepat dibentuk
dua kelompok pasukan yang masing-masing dipimpin oleh Sultan Muhammad Husain
Shah dan Raja Muhammad Ishaq. Sultan Muhammad Husain Shah menyerang dari daerah
kuala sungai Kualuh sedangkan Raja Muhammad Ishaq memimpin pasukannya menyerang
dari daerah hulu hingga akhirnya negeri Kualuh dapat ditaklukkan.
1829 - Raja Muhammad Ishak dinobatkan
menjadi Sri Paduka Tuanku al-Sultan Muda Muhammad Ishaq ibni al-Marhum
Sultan Ahmad Musa Shah menjadi Yang Dipertuan Besar Muda
Asahan yang berkuasa mulai dari Sungai Asahan sampai ke Bandar Pulau
dan Dia juga diangkat sebagai Raja Kualuh dan Leidong. Dan pamannya
Tengku Tua dan Tengku Biyung Khecil mengangkat Sri Paduka Tuanku Sultan
Muhammad Husain Rahmad Shah I menjadi Sultan Asahan VIII yang
berkuasa di Sei.Silau.
Untuk membantu menjalankan roda
pemerintahan di Negeri Kualuh Sultan Muhammad Husain Shah mengangkat beberapa
orang Datuk yang diambil dari Asahan.
Sultan Muhammad Husain Rahmad Shah I lahir
tahun 1806. Semasa hidupnya ia menikah 2 kali. Istri pertamanya adalah Tengku
Sulung, putri dari pamannya Tengku Tua dan istrinya Putri Raja Pinai. Dari
pernikahan pertama ini lahirlah 3 putra dan 4 orang putri yaitu: Tengku
Ahmad Shah, Tengku Amir glr.Tengku Pangeran Besar Muda, Tengku Muhammad Adil
(Tengku Babul), dan Tengku Tengah glr. Tengku Ampuan, Tengku Putri,
Tengku Kechil Ajis, Tengku Sunit. Sedangkan dari istri keduanya Tuan
Telaha (Tuan Trus) putri seorang keponakan dari Raja Batak Buntu Panai melahirkan Raja
Muhammad Sharif glr.Tengku Setia Maharaja, Raja Muhammad Bakir dan
seorang putri yaitu: Tengku Sulung Toba.
10 Februari 1859 - Sultan Muhammad Husain
Rahmad Shah I mangkat di Si Rantau, dan dikebumikan di Kampung Mesjid.
Meneruskan kepemimpinan Asahan diangkatlah putra mahkota Sri Paduka
Tuanku Sultan Ahmad Shah sebagai Sultan Asahan IX.
18 September 1865 - Karena Sultan Ahmad
menolak mentah-mentah Belanda untuk tunduk dan patuh pada Kesultanan Siak,
malah Sultan Ahmad memasang bendera-bendera Inggris ditepi pantai asahan, Maka
Belanda menyerang Asahan. Dan Asahan takluk pada waktu itu. Artikelnya dapat
dibaca disini.
27 September 1865 - Setelah Asahan takluk.
Belanda mengasingkan Sultan Ahmad Shah dan adiknya Tengku Muahammad Adil ke
Riau, Sedangkan adiknya Tengku Amir glr.Tengku Pangeran Besar Muda diasingkan
ke Ambon.
Elisa Netscher sebagai Asisten Residen Riau
pada waktu itu mengangkat Sri Paduka Tuanku al-Wathiq Billah al-Sultan
Muda Ni'matu'llah Shah Ibni al-Marhum al-Sultan Muda Muhammad Abdul Haq, Yang
Dipertuan Muda di-Asahan dan Raja Kualuh dan Leidong memimpin Asahan.
Kekuasaan pemerintahan Belanda di
Asahan/Tanjung Balai dipimpin oleh seorang Kontroler, yang diperkuat dengan
Gouverments Besluit tanggal 30 September 1867, Nomor 2 tentang pembentukan
Afdeling Asahan yang berkedudukan di Tanjung Balai dan pembagian wilayah
pemerintahan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
1.
Onder Afdeling Batu Bara
2.
Onder Afdeling Asahan
3.
Onder Afdeling Labuhan Batu.
Kerajaan Sultan Asahan dan pemerintahan
Datuk-Datuk di wilayah Batu Bara tetap diakui oleh Belanda, namun tidak
berkuasa penuh sebagaimana sebelumnya. Wilayah pemerintahan Kesultanan dibagi
atas Distrik dan Onder Distrik yaitu:
1.
Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik
Sungai Kepayang.
2.
Distrik Kisaran.
3.
Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik
Bandar Pasir Mandoge.
Sedangkan wilayah pemerintahan Datuk-datuk
di Batu Bara dibagi menjadi wilayah Self Bestuur yaitu:
1.
Self Bestuur Indrapura
2.
Self Bestuur Lima Puluh
3.
Self Bestuur Pesisir
4.
Self Bestuur Suku Dua ( Bogak dan Lima
Laras ).
30 November 1867 - Sultan Muda Ni'matullah
diturunkan oleh Belanda. Kemudian Asahan dipimpin oleh 4 pembesar Melayu, dan
pada masa ini sangat sering terjadi perlawanan terhadap Belanda di Asahan.
Kampoeng Asahan 1880 |
24 Maret 1886 - Sultan Ahmad Shah dipaksa
menandatangani surat perjanjian takluk (akte van bevestiging) di
Bengkalis.
AKTE VAN BEVESTIGING
Karena telah diputuskan
oleh Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1865 atas kekosongan kekuasaan
Tengku Achmad Shah selaku Sultan Asahan, dengan ini tanggal 25 Maret 1886, Saya
ABRAHAM ADRIANUS HOOS, selaku Residen Sumatra Pantai Timur, yang dibuat dan
yang ditulis bersumpah untuk melakukan perbuatan ini;
Dengan demikian dikatakan
bahwa Tongkoe Achmad SHAH dengan saya, di bawah persetujuan lebih lanjut dari
Yang Mulia Gubernur Jenderal, dalam nama dan karena atas nama Pemerintah
Hindia Belanda, dalam martabat nya selaku Raja Assahan diakui dan
dikonfirmasi atas nama: SULTAN ACHMAD SHAH , dan dia akan berkomitmen kepada
Pemerintah dan mematuhinya, maka dengan ini ditetapkan
sebagai berikut:
·
Raja dari Assahan dalam semua masalah
administrasi dan keadilan, dibantu oleh sebuah dewan yang terdiri empat
anggota, sebagai perwakilan yang ditunjuk oleh pemerintah Sumatra Timur.
·
Raja Assahan oleh Pemerintah diberikan
pendapatan sebesar f 18.000 (delapan belas ribu gulden)/ tahun, selain jumlah f
10 000 (sepuluh ribu gulden) sekaligus, untuk biaya sebagai berikut;
o
Setiap anggota dewan pemerintah diberikan
pendapatan f 1200 (seribu dua ratus gulden)/tahun.
o
Penghulu bandar, Pasir Mandagei dan Bandar
Poeloe masing mendapatkan f 480 (empat ratus delapan puluh gulden)/tahun;
o
Penghulu Pakan Tanjung Balaei mendapatkan
modal f 300 (Tiga Ratus gulden)/ tahun;
o
Datoek bandar SJAKAR sepanjang hidupnya
mendapat hibah sebesar f 600 (enam ratus gulden)/tahun;
o
Dalam mencari dana tersebut sebagai awal
kompensasi pada tahun 1876 oleh Pemerintah ditarik dari penghasilan yang
didapat dari ekspor dan sumber daya yang disewakan Assahan termasuk
monopoli terhadap garam.
·
Raja dari Assahan tetap dalam kenikmatan
tidak diambil alih oleh pendapatan Pemerintah, yang ia seperti sesuai dengan
lembaga-lembaga negara tua dapat mengklaim, dilengkapi dengan pengetahuan dan
persetujuan dari wakil Pemerintah.
·
Sejauh rakyatnya dapat diadili atas
pengadilan pemerintah, hak Raja Assahan secara langsung atau melalui proxy
untuk duduk di pengadilan tersebut, untuk dapat mengetahui
permasalahan-permasalahan yang akan datang.
·
Mengenai Tanah konsesi akan
dikeluarkan perjanjian khusus dengan Raja.
Sebagai bukti, akta ini
disajikan.
Dengan demikian dilakukan
di BengKalis pada tanggal 25 Maret 1886.
Residen dari Pantai Timur
Sumatera,
(Signed)
Hoos.
25 Maret 1886 - Sultan Ahmad dan
Adiknya dikembalikan ke Asahan. Sultan Ahmad kembali memerintah Asahan.
Istana Kota Raja Indra Sakti - Tanjung Balai |
Dalam hidupnya tercatat, Sultan Ahmad Shah
pernah menikah 2 kali, pertama dengan Tengku Sulung, putri sulung
dari Tuanku Muhammad Ishaq al-Marhum Ibni Tuanku Kata Musa Shah, Raja Kualuh
Leidong dan dan Yang Dipertuan Muda di-Asahan. Dan istri kedua Encik Daeng,
seorang wanita Bugis dari Riau. Tapi dari kedua pernikahan ini Sultan Ahmad
tidak mendapat keturunan.
27 Juni 1888 - Sebelum Sultan Ahmad Shah
mangkat, beliau sempat membuat surat wasiat. Karena dia tidak mempunyai
keturunan maka untuk melanjutkan pemerintahan Kesultanan Asahan, dia meminta
supaya anak tertua dari adiknya Tengku Muhammad Adil dan istrinya
Encik Sri Bulan yaitu: Tengku Ngah Tanjung menjadi Sultan. Akhirnya
Sultan Ahmad Shah pun wafat di Istana Kota Raja Indra Sakti Tanjung Balai dan
dimakamkan di Mesjid Agung Sultan Ahmad Shah.
8 Oktober 1888 - Atas persetujuan
Belanda, akhirnya Tengku Ngah Tanjung dinobatkan sebagai Sultan Asahan X dengan
nama Sri Paduka Tuanku Sultan Muhammad Husain Rahmad Shah II.
1908 - Pada masa pemerintahannya
negeri Asahan sangat maju dan sangat dikenal oleh para pedagang dari luar
negeri terutama pedagang-pedagang dari negeri Belanda. Banyak maskapai Eropa
membuka Ondernemingen di Asahan. Dimasa ini pula Belanda banyak membangun
beberapa gedung pemerintahan dan membangun akses dari daerah lain menuju kota
Tanjung Balai dengan membangun jalan, rel kereta api serta memperluas
pelabuhan.
Tanjung Balai 1900 |
Laurentius Knappert-Asisten Residen Asahan I |
Sultan Muhammad Husein
Syah II pernah melawat ke negeri Belanda bersama T. Haji Alang Yahya dan Tengku
Musa. Pada tahun 1908 Beliau menerima Anugerah Knight Order of The
Netherlands Lion dari Ratu Wilhelmina. Semasa pemerintahannya Rakyat Asahan
bertambah makmur dan beberapa syarikat Eropa menjalankan perniagaan di Negeri
asahan pada masa itu.
11 Februari 1908 - Sultan Muhammad Husein Syah II menandatangani Politik Kontrak dengan Pemerintah Hinda Belanda yang pada waktu itu diwakili oleh Jacob Ballot selaku Resident Sumatra Timur. Pemerintah Belanda juga mengangkat Laurentius Knappert sebagai Asisten Residen Afdeling Asahan.
11 Februari 1908 - Sultan Muhammad Husein Syah II menandatangani Politik Kontrak dengan Pemerintah Hinda Belanda yang pada waktu itu diwakili oleh Jacob Ballot selaku Resident Sumatra Timur. Pemerintah Belanda juga mengangkat Laurentius Knappert sebagai Asisten Residen Afdeling Asahan.
Semasa hidupnya Sultan Muhammad Husain II
menikah 6 kali, yang pertama dengan Raja Tengah Uteh putri sulung
Raja Tengah Muhammad Abu Bakar dan istrinya, seorang wanita asal Arab.
Pernikahan kedua dengan Siti Zainab, seorang wanita keturunan Arab.
Pernikahan ketiga Encik Hitam, seorang wanita dari Penang.
Pernikahan keempat dengan Encik Unga [Ongah], seorang wanita dari Sungei
kepayang (mungkin sumbu yang sama Hajjah Ainon Binti Awang, atau Singapura,
yang mungkin ibu dari Tengku Jawahir, m kedua, Jailani bin Ali, orang Jawa,
oleh siapa dia punya masalah lebih lanjut. Pernikahan kelima dengan Tengku
Zahara putri dari Putri YM Tengku Muhammad Yusuf bin Tengku Abdul Jalil,
atau Johor-Singapura. Pernikahan keenam Tengku Madariah dan pernikahan
ketujuh dengan Encik Itam. Dari pernikahan ini Sultan Muhammad Husain II
memiliki 8 putra dan 14 putri, yaitu:
Tengku Besar Amir |
1. Tengku
Amir lahir tahun 1885 di Tanjung balai, Tanggal
5 Mei 1899 dinobatkan sebagai Tengku Besar anak dari pasangan
dengan Raja Uteh.
2. Tengku
Ibrahim (Siti Zainab)
3. Tengku
Usman lahir 1900 (Encik Hitam)
4. Tengku
Muhammad Ishaq (Encik Hitam) meninggal saat Revolusi Sosial 4 Maret 1946
5. Tengku
Haidar Mahazir (Encik Unga)
6. Tengku
Sha’ibun Yunus (Tengku Zahara)
7. Tengku
Muhammad Ali (Tengku Zahara)
8. Tengku
Abdul Aziz (Tengku Zahara)
1. Tengku
Darjat
2. Tengku
Aisha (Encik Ongah)
3. Tengku
Khair ul-Bariah (Encik Itam)
4. Tengku
Fatimah Badriyah
5. Tengku
Mariam
6. Tengku
Jamilah
7. Tengku
Munah
8. Tengku
Salmah
9. Tengku
Haminah
10. Tengku
Chantik
11. Tengku
Kalsum
12. Tengku
Hasnah
13. Tengku
Arfah [Ariah] (Tengku Zahara)
14. Tengku
Jawahir (Tengku Zahara)
1910 - Harga Karet dunia melambung tinggi.
Belanda dan Amerika pun sepakat untuk membuka perkebunan karetnya di Asahan.
Atas persetujuan Sultan Muhammad Husain II memberikan konsesi tanah daerah
Kisaran, maka kedua negara ini membuka perusahaan yang bernama Hollandsch-Amerikaansche
Plantage Maatschappij.
8 Februari 1913 - Tengku Besar Amir wafat, untuk menggantikan posisinya Sultan Muhammad Husain II pun melnobatkan Tengku Sha’ibun Yunus sebagai Tengku Besar.
Selama hayatnya Tengku Besar Amir pernah
membantu Westenak di Sumatra Barat yang waktu itu masih berpangkat Asisten
Residen. Tengku Amir dimakamkan di Mesjid Raya Sultan Ahmad di Tanjung Balai.
7 Juli 1915 - Sultan Muhammad Husain II mangkat
di Istana Kota Raja Indra Sakti, Tanjung Balai. Beliaupun dimakamkan di Mesjid Raya
Sultan Ahmad Shah. Dinobatkanlah putra keenam dari istri kelimanya, yaitu Tengku
Sha’ibun Yunus dengan nama Sri Paduka Tuanku Sultan Sha’ibun Abdul
Jalil Rahmad Shah III. Tetapi karena beliau masih muda, sehingga untuk
sementara pemerintahan dipegang oleh saudara ayahnya Tengku Alang
Yahya (Regent of Negeri Asahan).
1917 - Pertumbuhan dan perkembangan Kota
Tanjung Balai sejak didirikan sebagai Gementee berdasarkan Besluit G.G. tanggal
27 Juni 1917 dengan Stbl. 1917 No. 284, sebagai akibat dibukanya
perkebunan-perkebunan di derah Sumatera Timur termasuk daerah Asahan seperti
H.A.P.M., SIPEF, London Sumatera (Lonsum) dan lain-lain, maka Kota Tanjung
Balai sebagai kota pelabuhan dan pintu masuk ke daerah Asahan menjadi penting
artinya bagi perkembangan perekonomian Belanda.
jembatan Kisaran 1921 |
Dengan telah berfungsinya jembatan Kisaran
dan dibangunnya jalan kereta api Medan – Tanjung Balai, maka hasil-hasil dari
perkebunan dapat lebih lancar disalurkan atau di ekspor melalui pelabuhan
Tanjung Balai.
Untuk memperlancar kegiatan perkebunan,
maskapai-maskapai Belanda membuka kantor dagangnya di kota Tanjung Balai antara
lain: kantor K.P.M., Borsumeij dan lain-lain, maka pada abad XX mulailah
penduduk bangsa Eropa tinggal menetap di kota Tanjung Balai. Assisten Resident
van Asahan berkedudukan di Tanjung Balai dan karena jabatannya bertindak
sebagai Walikota dan Ketua Dewan (Voorzitter van den Gemeen-teraad). Sebagai
kota pelabuhan dan tempat kedudukan Assisten Resident, Tanjung Balai juga
merupakan tempat kedudukan Sultan Kerajaan Asahan. Pada waktu Gementee Tanjung
Balai didirikan atas Besluit G.G. tanggal 27 Juni 1917 No. 284, luas wilayah
Gementee Tanjung Balai adalah 106 Ha.
Kunjungan D.Fook ke Asahan 1925 |
September
1925 - Gubernur Jenderal Hinda Belanda D.Fock berkunjung ke Istana Kota
Raja Indra Sakti, Tanjung Balai.
17 Juni 1933 - Sri
Paduka Tuanku Sultan Sha’ibun Abdul Jalil Rahmad Shah III menikah
dengan Tengku Nurul Asikhin binti al-Marhum Tengku Rahmad.
Putri dari Tengku Rahmad bin Tengku Ismail al-Haj, Pangeran Bendahara Putra,
dari Bedagai, dan istrinya, YM Tengku Tisah Adil [Mulki] binti Tengku Muhammad
', putri kelima YAM Tengku Muhammad 'Adil [Babul] Ibni al-Marhum Sultan
Muhammad Husain Rahmad Shah. Permaisuri lahir di Bedagai, 1896, dan
pada hari itu dinobatkan sebagai Tengku Permaisuri di Istana Kota Raja
Indra Sakti, Tanjung Balai, 17 Juni 1933.
15
Juli 1933 ( 9 Safar 1353 H ) - Beliau ditabalkan menjadi Sultan Asahan XI di
Istana Kota Raja Indra Sakti Tanjung Balai pada hari Kamis 15 Juli 1933 pukul
11.00 WIB.
Sultan Syaibun belajar di H.I.S di Tanjung
Balai dan kemudian melanjutkan sekolahnya ke MULO di Batavia bersama dengan dua
orang saudaranya yaitu T. Khaidir dan T. Ishaq.
Mesjid Raya Sultan Ahmad Shah |
1933 - Beliau juga merenovasi Mesjid Raya
Sultan Ahmad Shah di Tanjung Balai.
1933
- Beberapa bulan setelah menikah dengan Permaisuri Tengku Nurul, Sultan
Sha'ibun pun menikah lagi dengan Encik Mariam, dan bulan September 1933,
Beliau menikah lagi dengan Encik Sa'adiah binti Muhammad Ariffin. Dari
ketiga isteri tersebut beliau dikaruniai 4 Orang putera dan 5 orang puteri
yaitu :
1. Almarhum
T. Sulung Baihak Syah
2. Almarhumah
T. Nurhayati
3. Almarhum
T. Dahnian
4. T.
Alma
5. Almarhum
T. Mirna
6. T.
Nur Zehan
7. T.
Yasmin
8. T.
Alexander
9. T.
Dr. Kamal Abraham
Pasar Di Tanjung Balai Asahan 1930 |
13 Maret 1942 - Pemerintahan Belanda
berhasil ditundukkan Jepang, sejak saat itu Pemerintahan Fasisme Jepang disusun
menggantikan Pemerintahan Belanda. Pemerintahan Fasisme Jepang dipimpin
oleh Letnan T. Jamada dengan struktur pemerintahan Belanda yaitu Asahan
Bunsyu dan bawahannya Fuku Bunsyu Batu bara. Selain itu, wilayah yang lebih
kecil di bagi menjadi Distrik yaitu Distrik Tanjung Balai, Kisaran, Bandar
Pulau, Pulau Rakyat dan Sei Kepayang.
14 Agustus 1945 - Pemerintahan Fasisme
Jepang berakhir dan 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Negara Republik Indonesia
diproklamirkan. Sesuai dengan perkembangan Ketatanegaraan Republik Indonesia,
maka berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1945, Komite Nasional Indonesia Wilayah
Asahan di bentuk pada bulan September 1945. Pada saat itu pemerintahan yang di
pegang oleh Jepang sudah tidak ada lagi, tapi pemerintahan Kesultanan dan
pemerintahan Fuku Bunsyu di Batu Bara masih tetap ada.
3 Maret 1946 - Sejak pagi ribuan massa
telah berkumpul. Mereka mendengar bahwa Belanda akan mendarat di Tanjung Balai.
Namun kerumunan itu berubah haluan mengepung istana Sultan Asahan. Awalnya
gerakan massa ini dihadang TRI namun karena jumlahnya sedikit, massa berhasil
menyerbu istana sultan.
4 Maret 1946 - Besoknya, semua bangsawan Melayu pria di Sumatera Timur ditangkap dan dibunuh. Hanya dalam beberapa hari, 140 orang kedapatan mati, termasuk para penghulu, pegawai didikan Belanda, dan sebagian besar kelas tengku. Di Tanjung Balai dan di Tanjung Pasir hampir semua kelas bangsawan mati terbunuh. Sultan Sha'ibun tidak dibunuh, beliau dipenjarakan oleh Revolusioner Komunis.
15 Maret 1946 - Berlaku struktur
pemerintahan Republik Indonesia di Asahan dan wilayah Asahan di pimpin oleh Abdullah
Eteng sebagai kepala wilayah dan Sori Harahap sebagai wakil kepala wilayah,
sedangkan wilayah Asahan dibagi atas 5 (lima) Kewedanan, yaitu:
1.
Kewedanan Tanjung Balai
2.
Kewedanan Kisaran
3.
Kewedanan Batubara Utara
4.
Kewedanan Batubara Selatan
5.
Kewedanan Bandar Pulau.
Kemudian setiap tahun tanggal 15 Maret
diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Asahan.
Juni 1946 - Pada Konferensi Pamong Praja
se-Keresidenan Sumatera Timur diadakan penyempurnaan struktur pemerintahan,
yaitu:
1.
Sebutan Wilayah Asahan diganti dengan
Kabupaten Asahan
2.
Sebutan Kepala Wilayah diganti dengan
sebutan Bupati
3.
Sebutan Wakil Kepala Wilayah diganti dengan
sebutan Patih
4.
Kabupaten Asahan dibagi menjadi 15 (lima
belas ) Wilayah Kecamatan terdiri dari ;
1.
Kewedanan Tanjung Balai dibagi atas 4 (empat)
Kecamatan, yaitu :
1.
Kecamatan Tanjung Balai
2.
Kecamatan Air Joman
3.
Kecamatan Simpang Empat
4.
Kecamatan Sei Kepayang
2.
Kewedanan Kisaran dibagi atas 3 (tiga)
Kecamatan, yaitu :
1.
Kecamatan Kisaran
2.
Kecamatan Air Batu
3.
Kecamatan Buntu Pane
3.
Kewedanan Batubara Utara terdiri atas 2
(dua) Kecamatan, yaitu :
1.
Kecamatan Medang Deras
2.
Kecamatan Air Putih
4.
Kewedanan Batu Bara Selatan terdiri atas 3
(tiga) Kecamatan, yaitu:
1.
Kecamatan Talawi
2.
Kecamatan Tanjung Tiram
3.
Kecamatan Lima Puluh
5.
Kewedanan Bandar Pulau terdiri atas 3
(tiga) Kecamatan, yaitu :
1.
Kecamatan Bandar Pulau
2.
Kecamatan Pulau Rakyat
3.
Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.
1947 - Sultan Sha'ibun dibebaskan oleh tentara Inggris pada Juli 1947.
1 November 1947 - Sultan Sha'ibun diberi
pangkat Kapten Pertama untuk Pasukan Pengawal Negara Sumatera
Timur dan Distrik Tanjung Balai.
6 September 1948 - Sultan Sha'ibun
menghadiri Investiture Khidmat Ratu Juliana dari Belanda di Gereja Baru,
Amsterdam. Beliau mendapatkan mendali Knight Order of The Netherlands
Lion dan Officer of the Order of
Orange-Nassau.
1948 - 1950 - Sultan Sha'ibun diberi
jabatan bagian keamanan dalan Kabinet Pemerintahan Negara Sumatera Timur.
1954 - Terpilihlah Rakutta Sembiring
menjadi Bupati Asahan. Rakutta sendiri adalah mantan Bupati Karo.
1956 - Dengan keluarnya Undang-Undang
Darurat No. 9 tahun 1956, Lembaran Negara 1956 No. 60 nama Hamintee Tanjung
Balai diganti dengan Kota Kecil Tanjung Balai dan Jabatan Walikota terpisah
dari Bupati Asahan berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri tanggal 18 September
1956 No. U.P. 15 /2/3.
Selanjutnya dengan UU No. 1 Tahun 1957 nama
Kota Kecil Tanjung Balai diganti menjadi Kotapraja Tanjung Balai.
Atas persetujuan Bupati Asahan melalui
maklumat tanggal 11 Januari 1958 No. 260 daerah-daerah yang dikeluarkan
(menurut Stbl. 1917 No. 641) dikembalikan pada batas semula, sehingga menjadi
seluas 200 Ha.
1963 - Berdasarkan keputusan DPRD-GR Tk. II
Asahan No. 3/DPR-GR/1963 Tanggal 16 Pebruari 1963 diusulkan ibukota Kabupaten
Asahan dipindahkan dari Kotamadya Tanjung Balai ke kota Kisaran dengan alasan
supaya Kotamadya Tanjung Balai lebih dapat mengembangkan diri dan juga letak
Kota Kisaran lebih strategis untuk wilayah Asahan. Hal ini baru teralisasi pada
tanggal 20 Mei 1968 yang diperkuat dengan peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun
1980, Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 28, Tambahan Negara Nomor 3166.
1982
- Kota Kisaran ditetapkan menjadi Kota Administratif berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 1982, Lembaran Negara Nomor 26 Tahun 1982. Dengan
adanya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 821.26-432 tanggal 27 Januari 1986
dibentuk Wilayah Kerja Pembantu Bupati Asahan dengan 3 (tiga) wilayah Pembantu
Asahan, yaitu :
1.
Pembantu Bupati Wilayah-I berkedudukan di
Lima Puluh meliputi :
1.
Kecamatan Medang Deras
2.
Kecamatan Air Putih
3.
Kecamatan Lima Puluh
4.
Kecamatan Talawi
5.
Kecamatan Tanjung Tiram
2.
Pembantu Bupati Wilayah-II berkedudukan di
Air Joman meliputi :
1.
Kecamatan Air Joman
2.
Kecamatqan Meranti
3.
Kecamatan Tanjung Balai
4.
Kecamatan Simpang Empat
5.
Kecamatan Sei Kepayang
3.
Pembantu Bupati Wilayah-III berkedudukan di
Buntu Pane meliputi:
1.
Kecamatan Buntu Pane
2.
Kecamatan Bandar Pasir Mandoge
3.
Kecamatan Air Batu
4.
Kecamatan Pulau Rakyat
5.
Kecamatan Bandar Pulau
6 April 1980 - Sultan Sha'ibun mangkat dan
dimakamkan di pemakaman Mesjid Raya Tanjung Balai. Dan sebagai ahli waris
Kesultanan Asahan timbul intrik tentang siapa pengganti dinasti Kesultanan
Asahan yang mampu mengemban tugas sebagai kepala adat. Dalam suatu kebimbangan
dan keraguan apakah akan diangkat kembali Kesultanan Asahan akibat dari ekses
Revolusi Sosial tahun 1946 yang masih menyimpan duka dan nestapa dalam ingatan
para keluarga besar kerajaan. Ditengah kebimbangan tersebut T. Tatah dan
Encik Saidah mengatakan bahwa Sultan Sha'ibun pernah bercerita tentang
salah seorang anaknya yang dapat diandalkan untuk meneruskan Dinasti Kesultanan
Asahan yaitu T. Kamal Abraham.
Mendengar kabar tersebut para pembesar kerajaan mengadakan
musyawarah. Dari hasil musyawarah tersebut pada tanggal 17 Mei 1980 diangkatlah
Dr. T. Kamal Abraham Abdul Jalil Rahmatsyah sebagai Sultan Asahan ke
XII.
Setelah upacara pengangkatan selesai, malam harinya dilaksanakan
pemberian gelar kepada keturunan kesultanan sebagai pelengkap struktur
organisasi kerajaan. Gelar terebut diberikan kepada :
1. Almarhum T. Alauddin Nazar mendapatkan
gelar Tengku Bendahara.
2. T. Rumsyah mendapatkan gelar Duta Amerta.
3.T. Bustamam, T. Yose Rizal, Almarhum T.
Azis dan T. Yusuf Idris mendapatkan gelar Pangeran Asahan.
4.T. Amirsyah dan T. Thamrin mendapatkan
gelar Datuk Bintara.
Pemberian gelar tersebut dilakukan di
Tanjung Balai dan langsung ditabalkan oleh Sultan Asahan XII Dr. T. Kamal
Abraham Abdul Jalil Rahmatsyah.
Sultan Kamal Abraham Abdul Jalil Rahmatsyah menikah dengan seorang gadis berdarah Aceh yaitu Dr. Hj. Eva Mutia. Sampai saat ini beliau telah dikaruniai 3 ( Tiga ) orang anak yaitu :
1. T.
Muhammad Iqbal Alvinanda ( Lahir 17 Maret 1994 )
2. T.
Muhammad Arief Fadillah ( Lahir 29 Mei 1995 )
3. T.
Shafira ( Lahir 14 Desember 2002 )
No comments:
Post a Comment