“Wij
nog steeds hebben familie hier, maar weet niet de exacte,” kata Annemie, gadis
belia nan cantik asal Belanda. Ia mengaku punya keluarga di Kisaran Asahan
Sumatera Utara, tetapi tak tahu persisnya.
“Ik
kwam hier uitvoering van onze voorouders lijk as te worden begraven met haar
dochter in de Buiten Gewesten,” Annemie menjelaskan, sambil menyerahkan dua
kotak abu jenazah leluhurnya Dirck-Margreet, agar dimakamkan disamping
makam putrinya Arabella Van Dirck yang telah lebih dulu meninggal
sebelum kepulangannya ke Belanda di tahun 1933.
“Annemie
in Buiten Gewesten” adalah potret cerita silam, kini dan esok, yang menyoal
“Toean Keboen” dan “Koeli Kontrak” di era kolonial Belanda. Tentang
manusia Jawa, yang terdorong menjadi buruh perkebunan di Sumatera
Timur. Melahirkan peradaban baru (akulturasi budaya) menjadi ”Jawa Deli” atau
”Pujakesuma” (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Tentang cinta terlarang sang
Noni, anak “Toean
Keboen” dengan pemuda Jawa tampan, pemain Sandiwara tradisi (Ludruk), di Keboen
Goerah Batoe Asahan.
Tentang indahnya destinasi wisata Arung Jeram
Sungai Asahan, yang banyak diminati rafter profesional internasional. Arung
Jeram Sungai Asahan menempati posisi ketiga tersulit di dunia setelah sungai
zambesi di Afrika dan sungai Colorado di Amerika.
Ringkasan
Cerita
ANNEMIE (22 tahun), adalah warga negara Belanda, mahasiswi
Universiteit van Amsterdam, jurusan ilmu sejarah, seni dan budaya. Ia datang ke
Indonesia (Kisaran, Tanjung Balai Asahan,
Batubara) dalam rangka studi/observasi melengkapi
penyusunan tesis program S2 untuk mendapat gelar Magister Humaniora.
ANNEMIE tertarik dengan deskripsi
mengenai budaya suku bangsa di luar Eropa yang masih tradisional dan merupakan
sisa kebudayaan kuno. Ia ingin meneliti berbagai adat-istiadat,
sistem kepercayaan, struktur sosial dan kesenian dari berbagai suku yang
tersebar di wilayah nusantara, dari masa sebelum dan sesudah penjajahan
Belanda. Tentang kolonialisme bangsa Eropa atas
negara–negara di Afrika, dan Asia dalam usaha mencari sumber daya alam baru,
khususnya rempah-rempah yang sangat dibutuhkan masyarakat Eropa pada saat itu.
Namun
yang lebih menarik bagi ANNEMIE adalah kisah-kisah humanis dan romantik yang
dialami BELINDA VAN DIRCK, neneknya (canggah atau
piut), dimana semasa remajanya pernah tinggal di Asahan Sumatera Utara.
Begitu juga cerita tentang keelokan alam, serta budaya
masyarakatnya yang masih asli. Lebih menarik
lagi bagi ANNEMIE, adalah kisah cinta terlarang
BELINDA VAN DIRCK dengan pemuda Jawa tampan bernama KOESNO. KOESNO
adalah pemain/aktor Ludruk (Sandiwara tradisi Jawa Timur), putra dalang kondang
seni wayang kulit, sekaligus pengrajin wayang kulit.
Semua kisah ini didengar ANNEMIE langsung dari mulut nenek canggahnya,
sejak ia masih remaja, hingga BELINDA VAN DIRCK kini berusia 97 tahun dan masih
hidup. Cerita masa lalu BELINDA VAN DIRCK, ditunjang dengan beberapa bukti
berupa foto-foto masa lalu dan surat-surat cintanya kepada KOESNO, saat
keduanya menjalin kisah asmara di daerah Keboen
Goerah Batoe Asahan Sumatera Utara. Cerita ini rupanya sangat
memengaruhi pribadi ANNEMIE hingga dewasa. ANNEMIE pun terdorong untuk lebih
tahu dan belajar tentang Indonesia, khususnya wilayah dan budaya Asahan.
Keberangkatan
ANNEMIE ke Asahan (Kisaran, Tanjung Balai, Batubara), tidak semata untuk
keperluan observasi. Melainkan juga memenuhi wasiat keluarga DIRCK – MARGREET, yang berpesan jika kelak meninggal dunia,
agar abu jenazahnya dimakamkan di samping makam putrinya ARABELLA VAN
DIRCK yang telah lebih dulu meninggal dunia. ARABELLA VAN DIRCK dimakamkan di
Pekuburan Belanda di kota Kisaran. (: Arabella
Van Dirck, Geboren 4 Juli 1909 - Stierf, 26
Maart 1926).
Selama
di Indonesia, ANNEMIE selalu dibantu seorang pemuda tampan, yang berprofesi
sebagai pemandu wisata bernama AMARTA (25 tahun). AMARTA adalah sosok pemuda supel (mudah bergaul), aktif
berorganisasi, serba bisa, dan menguasai beberapa bahasa. Kemana pun ANNEMIE
pergi selalu didampingi AMARTA. Dari sejak kedatangannya ke Indonesia, lalu
menelusuri jejak pencarian rumah Dirck-Margreet,
yang dulu ditinggal begitu saja pulang ke Belanda sebelum kemerdekaan
Indonesia, kemudian mencari benda-benda memori Belinda Van Dirck yang tertinggal,
hingga keperluan observasi dan pengumpulan materi untuk tesisnya.
Kedekatan
dan intensitas pertemuan keduanya menjadikan keduanya makin akrab dan
menimbulkan benih-benih cinta. AMARTA sering membawa ANNEMIE mengunjungi
berbagai obyek wisata ternama di Asahan dan Batubara. Diantaranya ke obyek
wisata Arung Jeram, bendungan sungai Asahan, serta Istana Lima Laras Batubara.
Tanpa
diduga ternyata AMARTA adalah cucu buyut MBAH KUSNO (97 tahun), yang tak lain
adalah KOESNO, pemuda Jawa tampan, pemain Ludruk kekasih terlarang BELINDA VAN
DIRCK. Semua terungkap setelah MBAH KOESNO menyerahkan surat-surat cinta,
BELINDA VAN DIRCK yang masih disimpannya dengan baik, sejak BELINDA VAN DIRCK
pulang ke Belanda.
Atas
petunjuk MBAH KOESNO, ANNEMIE akhirnya dapat menemukan rumah keluarga DIRCK – MARGREET yang kini telah menjadi sebuah museum
peninggalan Belanda. Di museum ini akhirnya ANNEMIE menemukan sejumlah barang
kenangan peninggalam/milik BELINDA VAN DIRCK yang luput terbawa ke
Belanda. Diantaranya selendang yang biasa digunakan KOESNO menari Remo (tari tradisi Jawa Timur), serta
sepasang wayang kulit “Kamajaya” dan “Kamaratih” sebagai simbol cinta kasih
murni, dan abadi.
Namun
tali kasih ANNEMIE dan AMARTA menimbulkan api cemburu bagi BI ONG LEN TUNG. Seorang gadis Melayu blasteran Tionghoa,
yang secara diam-diam lebih dulu mencintai AMARTA. BI ONG adalah anak keluarga
pengrajin kain tenun Asahan/Batubara, yang masih berdarah kesultanan Asahan.
Ayahnya asli orang Melayu Asahan, sementara ibunya suku Tionghoa dari Malaka
(Malaysia). Di rumah BI ONG bergaya arsitektur Melayu Asahan dijadikan galeri
dan workshop rajut Melayu Asahan/Batubara.
Bagaimana
liku-liku kisah cinta ketiganya. Apakah AMARTA lebih memilih ANNEMIE dan
membiarkan BI ONG merana. Atau sebaliknya, AMARTA membiarkan ANNEMIE kembali ke
negaranya membawa luka hati, seperti yang dialami BELINDA VAN DIRCK karena
cintanya yang terlarang dengan pemuda Jawa tampan pemain ludruk bernama KOESNO.
Atau ada sisi-sisi lain yang lebih dramatik dan romantis. Semua akan terungkap
dalam cerita yang utuh “ANNEMIE in Buiten Gewesten.”
KESETIAAN CINTA ANNEMIE PADA KOESNO
bak cerita pewayangan pasangan “Kamajaya” dan “Kamaratih”
Surat Pendek sang Noni
Anak
“Toean Keboen” 1933
wait
for the story in the form of another, more complete. With Seni Pemersatu Jiwa &
Humaniora Foundation
No comments:
Post a Comment