Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Al-Insyirah [94]: 5-6)
Tidak ada
perjalanan yang lurus dan mulus. Semua memiliki hambatan, rintangan, dan
tantangan yang berbeda. Di samudera yang luas membentang, ombak dan badai siap
menghempaskan dan menenggelamkan. Di daratan, kerikil-kerikil tajam, jalan
berlumpur dan berlubang, hingga tebing dan jurang yang curam tersedia untuk
menghambat perjalanan. Hingga nan jauh tinggi di udara, awan hitam nan tebal,
kabut, hujan dan petir juga dapat menghentikan perjalanan panjang kita.
Namun
demikian, perjalanan tak boleh berhenti dan harus terus dilanjutkan, karena ini
bukanlah akhir dari perjalanan. Beginilah kehidupan, kita terus berpacu melawan
dan mengalahkan setiap rintangan yang datang menghadang. Tak ada kata berhenti,
sebab berhenti sama maknanya dengan menunggu dan menjemput kehancuran. Berhenti
sama dengan mati.
Kisah
Syekh Az-Zamakhsyari dan Semut
Syekh
Az-Zamakhsyari adalah seorang ulama yang ahli dari banyak cabang ilmu pengetahuan
agama dalam sejarah Islam. Namun beliau lebih terkenal sebagai ulama ahli
gramatika bahasa arab (nahwu). Bagi Syeikh Az-Zamakhsyari, menjadi seorang yang
menguasai ilmu bahasa merupakan prestasi dan keberhasilan yang luar biasa.
Betapa tidak, sejak usia dini telah mempelajari ilmu nahwu, tetapi hingga
dewasa beliau tak kunjung paham dengan ilmu yang dipelajarinya.
Bayangkan
selama bertahun-tahun belajar, untuk membedakan antara subyek (fa’il) dan
obyek (maf’ul bih) saja tidak bisa. Sementara teman-temannya telah mampu mengajar
untuk adik-adik kelasnya. Kenyataan ini nyaris membuat az-Zamakhsyari putus
asa. Ia merasa amat malu dengan usianya yang semakin tua tetapi tidak tahu
apa-apa, apalagi dia harus duduk dan belajar dengan anak-anak yang jauh di
bawah usianya.
Akhirnya,
beliau memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat belajarnya. Ketika beliau
telah berjalan cukup jauh, beliau singgah di sebuah gubuk kosong. Ketika sedang
beristirahat, beliau melihat seekor semut merah kecil, yang menggigit dan
menarik sisa buah kurma yang ukurannya sepuluh kali lipat lebih besar dari
ukuran tubuhnya untuk dimasukkan ke sebuah lubang di tanah. Berkali-kali ia
melakukannya, namun selalu gagal, sisa kurma itu selalu jatuh ke tanah.
Az-Zamakhsyari terpaku dan merasa kagum dengan kelakuan semut yang memiliki
keuletan yang luar biasa mengagumkan itu.
Setelah
berkali-kali gagal, akhirnya semut itu berhasil juga membawa sisa kurma
tersebut masuk ke dalam lubang. Saat itulah terbetik pikiran dalam benak
az-Zamakhsyari, ”Seandainya aku melakukan
seperti yang semut itu lakukan, niscaya aku akan berhasil.” Setelah mengucapkannya, lalu ia memutuskan kembali belajar dan
membatalkan niatnya untuk berhenti. Hasilnya az-Zamakhsyari benar-benar
berhasil meraih impian dan cita-citanya. Mimpi dan cita-cita, yang di dalamnya
terukir tekad, semangat dan etos kerja. Karakter tersebut memang akan membuat
orang tak mau menyerah. Bahkan seekor semutpun menghayati semangat ini, apalagi
kita manusia.
Hamparan
Bumi Masih Sangat Luas
Terkadang
terpaan dan guncangan hidup membuat dunia seakan teramat sangat sempit. Langkah
kaki begitu terbatas. Dalam pandangan kita, hanya ada satu pintu, di dalam
ruang pengap tanpa cahaya. Dalam masa seperti inilah hanya dengan keimanan kita
dapat mencari pintu-pintu lain untuk keluar dari kegelapan. Karena sejatinya
dalam setiap masalah tentu terdapat banyak pintu untuk keluar. Karena kesulitan
dan kemudahan selalu berjalan berdampingan.
Berhenti
dalam sebuah kesusahan adalah jalan menuju kehancuran. Kita ddiciptakan bukan
untuk menjadi manusia yang gagal. Karena itu kita harus terus melangkahkan
kaki, menapaki setiap celah yang ada. Seperti air yang terus mengalir, mencari
celah yang dapat dilewati, lalu diam menggenangi serta mengumpulkan kekuatan
untuk merobohkan beton yang menghadang.